17 minute read

Beberapa bulan yang lalu, saya sempat menuliskan bagaimana library(ellmer) di R bisa diberdayakan untuk membuat AI Agents yang kemudian diberikan persona untuk melakukan berbagai macam tasks. Mulai dari:

  1. Menjadi responden survey.
  2. Menjadi anggota DPR.
  3. Menjadi data analis (part I dan part II).

Semenjak bereksperimen hingga merumuskan best practice pembuatan persona, saya jadi kepikiran ide untuk membuat beberapa AI Agents kemudian mengumpulkan “mereka” untuk diajak mini FGD (focus group discussion).

Metode ini tidak untuk menggantikan FGD pada umumnya tapi bisa menjadi ajang uji coba perumusan discussion guide agar lebih tajam.

Bagaimana caranya?

Pertama-tama kita harus buat dulu persona untuk masing-masing AI Agent. Ingat bahwa kita tidak boleh malas dalam membuat persona. Meminjam istilah Hollywood, kita tidak boleh lazy writing.

Sebagai contoh, saya membuat persona per AI Agent dengan struktur berikut:

## Identitas Dasar
- Nama
- Usia
- Status
- Pekerjaan
- Lokasi domisili
- Kelas Ekonomi (dengan rentang income tertentu)

## Profil Keluarga
### Anak-anak:
1. Anak pertama: 
   - Detail identitas
   - Hobi
   - Kondisi kesehatan
   - Masalah yang sedang dihadapi
   - Concern tertentu terkait topik tertentu
2. Anak kedua.
### Pasangan:
   - Detail identitas
   - Hobi
   - Kondisi kesehatan
   - Masalah yang sedang dihadapi
   - Concern tertentu terkait topik tertentu

## Karakteristik Psikologis
### Nilai-nilai Inti
### Motivasi
### Sikap terhadap Pengeluaran

## Kebiasaan dan Pola Hidup
### Rutinitas Harian
### Rutinitas Mingguan
### Rutinitas Bulanan
### Konsumsi Media
   - Jenis media dan topik yang dilihat

## Preferensi Produk dan Layanan
### Kategori yang paling diperhatikan:
1. Makanan dan minuman
2. Produk rumah tangga
3. Kesehatan dan kecantikan
4. Pendidikan dan pengembangan

## Pain Points (Masalah yang Dihadapi)
### Tantangan sehari-hari
### Frustrasi

## Aspirasi dan Goals
### Jangka pendek (1 tahun)
### Jangka panjang (5 tahun)

## Decision-Making Process
### Proses pengambilan keputusan
### Faktor penentu

## Komunikasi dan Interaksi
### Cara berkomunikasi
### Harapan dari brand

Untuk satu AI Agent, saya bisa menuliskan setidaknya 200 baris personanya.

Algoritma yang saya buat adalah:

TAHAP I
Moderator memberikan pertanyaan kepada responden

TAHAP II
 - Agent I menjawab pertanyaan moderator
    - Jawaban ini akan disimpan sebagai respond_1
 - Agent II menjawab pertanyaan moderator sekaligus memberikan
   komentar terhadap respond_2
    - Jawaban ini akan disimpan sebagai respond_2
 - Agent III menjawab pertanyaan moderator sekaligus memberikan
   komentar terhadap respond_3
    - Jawaban ini akan disimpan sebagai respond_3

TAHAP II diulang tergantung dari seberapa banyak pertanyaan yang ada

Pada algoritma ini, urutan agents saya buat sama di setiap iterasi.


Saya membuat 3 AI Agents dengan persona yang berbeda-beda, mereka adalah:

  1. Rita Repulsa,
  2. Sari Dewi, dan
  3. Larry Wijaya

Saya membuat nama AI Agents dan nama tokoh penunjang lain secara random. Jadi jika ada kesamaan dengan tokoh real, hal ini tidak ada hubungan dan tujuan apapun.


Memulai Mini FGD

Saya akan memulai diskusi dengan pertanyaan pembuka:

Bagaimana prinsip Anda dan keluarga dalam menjaga kesehatan?

Berikut adalah responnya.

Respon dari: Rita Repulsa

Sebagai keluarga, kami memiliki prinsip bahwa kesehatan adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa ditawar. Kami percaya bahwa pencegahan lebih baik daripada pengobatan, jadi kami mengutamakan pola makan bergizi seimbang, olahraga teratur, dan manajemen stres. Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan khusus yang kami perhatikan, seperti nutrisi tambahan untuk anak remaja dan penanganan alergi untuk anak bungsu. Kami memilih produk dan layanan kesehatan berdasarkan research mendalam dan rekomendasi ahli. Meski budget bukan hambatan utama, kami sangat memperhatikan kualitas, keamanan, dan efektivitas. Misalnya, di rumah kami menggunakan air purifier dan filter air, serta memilih bahan makanan organik bila memungkinkan. Yang terpenting, kami berusaha menciptakan keseimbangan antara disiplin kesehatan dan kebahagiaan keluarga. Kami tidak ingin aturan kesehatan menjadi beban, tapi bagian alami dari gaya hidup. Quality time bersama tetap prioritas, sambil mengedukasi anak-anak tentang pentingnya menjaga kesehatan sejak dini.

Tanggapan dari: Sari Dewi

Sebagai keluarga, kami lebih menerapkan prinsip “hidup untuk hari ini” dalam hal kesehatan. Kami tidak terlalu memikirkan investasi jangka panjang atau pencegahan yang ketat. Yang penting saat ini semua anggota keluarga merasa cukup sehat untuk beraktivitas sehari-hari. Pola makan kami lebih mengutamakan kepraktisan dan apa yang disukai, sering makan di luar atau pesan antar karena kesibukan kerja. Untuk anak kami Yaya yang memiliki cerebral palsy, kami lebih menyerahkan perawatan kesehatannya pada orang tua di rumah dan mengikuti saran dokter saat kontrol rutin. Kami tidak melakukan research mendalam atau investasi khusus seperti alat purifier atau makanan organik, karena budget kami terbatas dan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan sehari-hari serta hiburan. Yang penting Yaya tidak sakit parah dan bisa tetap ceria. Kami percaya kesehatan itu penting, tapi tidak ingin terlalu stres memikirkannya. Selama masih bisa bekerja, masih bisa tertawa bersama, dan tidak ada keluhan berat, kami anggap sudah cukup sehat. Quality time kami lebih banyak dihabiskan untuk hiburan sederhana seperti nonton TV atau jalan-jalan santai, bukan untuk aktivitas kesehatan khusus.

Kemudian tanggapan dari: Rizki Pratama

Sebagai keluarga yang juga menerapkan prinsip “hidup untuk hari ini”, saya sangat memahami pendekatan Sari Dewi. Kami pun lebih mengutamakan kenyamanan dan kepraktisan dalam menjaga kesehatan sehari-hari. Yang penting semua anggota keluarga bisa beraktivitas normal dan terlihat sehat di depan orang lain, itu sudah cukup bagi kami. Sama seperti keluarga Sari, kami juga sering makan di luar atau pesan antar karena kesibukan, sekaligus untuk menikmati waktu berkualitas bersama. Aktivitas kesehatan yang terlalu ketat atau investasi jangka panjang justru terasa membebani budget dan gaya hidup kami. Selama tidak ada keluhan serius dan penampilan keluarga tetap prima, kami anggap kesehatan kami sudah terjaga dengan baik.

Pertanyaan Berikutnya

Kemudian moderator akan bertanya pertanyaan berikutnya:

Jika ada perusahaan katering sehat yang menawarkan paket katering dengan harga Rp 50.000 per orang sekali makan. Apakah Anda tertarik untuk memakainya untuk Anda dan keluarga?

Kemudian berikut adalah responnya.

Respon dari: Rita Repulsa

Saya akan tertarik untuk mencoba, dengan beberapa pertimbangan. Harga Rp 50.000 per porsi masuk dalam range yang wajar untuk katering sehat berkualitas di Jakarta. Namun, yang lebih penting bagi saya adalah transparansi mengenai bahan-bahan yang digunakan, nilai gizi per porsi, dan proses pengolahannya. Saya perlu memastikan menu tersebut sesuai dengan kebutuhan spesifik keluarga saya, terutama untuk anak bungsu yang memiliki alergi dan anak sulung yang membutuhkan nutrisi optimal di masa pertumbuhannya. Saya akan memulai dengan memesan trial untuk beberapa hari terlebih dahulu, mengevaluasi rasa, kualitas bahan, dan dampaknya terhadap energi serta kesehatan keluarga. Jika hasilnya memuaskan dan ada fleksibilitas dalam pemilihan menu, saya terbuka untuk berlangganan secara rutin, terutama di hari-hari sibuk ketika waktu memasak terbatas. Namun, saya tetap akan menjaga keseimbangan dengan tetap memasak sendiri beberapa kali seminggu karena bagi saya, proses memasak untuk keluarga juga merupakan bentuk perhatian dan quality time.

Tanggapan dari: Sari Dewi

Wah, untuk harga Rp 50.000 per porsi sekali makan, itu terlalu mahal untuk budget keluarga kami. Kalau untuk satu kali makan saja untuk 4 orang (saya, suami, anak, dan salah satu orang tua), sudah Rp 200.000. Itu hampir sama dengan budget makan kami untuk beberapa hari. Kami lebih sering makan di warung atau pesan makanan biasa yang harganya jauh lebih murah, sekitar Rp 15.000-20.000 per porsi. Selain itu, kami tidak terlalu memikirkan detail seperti transparansi bahan atau nilai gizi spesifik. Yang penting kenyang dan rasanya enak. Untuk Yaya, kami biasanya menyuapi makanan biasa yang sudah dihaluskan atau disesuaikan teksturnya oleh neneknya di rumah. Tidak ada kebutuhan menu khusus yang harus dipesan terpisah. Prinsip kami sederhana: selama ada uang, makan yang enak-enak. Kalau uang pas-pasan, ya makan apa yang ada. Memasak sendiri di rumah? Hampir tidak pernah, kecuali orang tua saya yang kadang masak. Jadi, katering sehat dengan harga segitu bukan prioritas dan tidak masuk dalam perhitungan pengeluaran kami.

Kemudian tanggapan dari: Rizki Pratama

Saya sebenarnya bisa memahami mengapa Sari Dewi merasa harga Rp 50.000 per porsi itu mahal. Tapi sebagai keluarga yang peduli dengan penampilan dan gengsi, saya melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Kalau ada perusahaan katering sehat yang premium dan bisa memberikan image keluarga yang sehat-modern, saya mungkin akan pertimbangkan untuk acara khusus atau saat ada tamu penting. Tentu saja, untuk sehari-hari, budget segitu memang berat, apalagi dengan tiga anak yang kebutuhan sekolah dan lesnya sudah besar. Tapi prinsip “yang penting kenyang dan enak” itu terlalu sederhana menurut saya. Sekarang ini, orang yang sukses itu tidak hanya makan untuk kenyang, tapi juga memperhatikan kualitas dan penampilan makanannya. Kalau hanya makan di warung terus, bagaimana mau naik kelas sosial? Saya sendiri lebih sering makan di restoran yang bagus untuk networking, meski harus mengatur budget ketat di sisi lain. Untuk anak-anak, saya berusaha memberikan yang terlihat baik, karena penampilan mereka juga mencerminkan kesuksesan saya sebagai ayah.

Epilog

Dari hasil mini FGD tersebut, kita bisa melakukan analisa-analisa seperti biasanya pada riset kualitatif.


if you find this article helpful, support this blog by clicking the ads.