5 minute read

Pada pertengahan tahun 2008, saya mulai bekerja di suatu perusahaan market research ternama di Indonesia. Berbeda dengan perusahaan riset lainnya, perusahaan tempat saya bekerja tersebut fokus pada riset mistery shopping perbankan. Setiap tahunnya, perusahaan ini bekerja sama dengan majalah InfoBank mengeluarkan BSEM Awards (Bank Service Excellent Monitoring). Suatu penghargaan paling prestisius dan bergengsi tentang layanan perbankan yang diberikan kepada nasabahnya, seperti layanan staff frontliner (customer service, teller, dan satpam) dan layanan non-staff (ATM, e-channel, dst).

Awalnya saya agak bingung. Kenapa juga perbankan harus memperbaiki layanannya? Apa sih gunanya? Jangan – jangan mereka hanya buang – buang waktu, tenaga, dan uang untuk hanya sekedar memperbaiki layanan mereka. Pada saat kuliah, saya berpendapat:


“Toh mau layanan bagus atau tidak, orang akan tetap ke bank juga kok…”


Setelah bekerja di sana, mindset saya berubah. Bukan karena mata pencaharian saya waktu itu mengharuskan saya melakukan pengukuran layanan. Namun lebih karena data yang ada ternyata menunjukkan bahwa service creates business.

Apa sih maksudnya?

Setidaknya ada dua alasan kenapa perbankan harus meningkatkan layanannya:

  • Tanpa kita sadari semua bank kini memiliki produk yang (hampir) serupa. Misal, untuk produk tabungan anak. Mungkin dulu yang paling terkenal adalah BRITama Junio, tapi sekarang setidaknya sudah ada 9 bank lain yang memiliki produk tabungan anak dengan fitur dan benefit yang hampir serupa. Oleh karena itu, setiap bank tersebut harus memiliki ‘pembeda’. Lebih baik lagi jika mereka memiliki service as their competitive advantage.
  • Customer service sebagai ujung tombak dalam pelayanan kepada nasabah memiliki andil besar dalam bisnis perbankan. Gak percaya? Data hasil survey mistery shopping dan customer satisfaction survey suatu bank syariah (kita sebut saja bank syariah XYZ) di tahun 2015 menunjukkan hal tersebut, yakni:
    • Pada survey mistery shopping, didapatkan bahwa selling skill customer service sangat rendah. Walaupun mereka memiliki sikap dan penampilan yang prima, namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk membaca peluang cross selling atau upselling kepada nasabah baru atau existing. Masih belum paham? Misal, kamu mau buka rekening tabungan. Pada saat membuka rekening tabungan, customer service akan memberikan form untuk diisi. Customer service yang ‘ahli’ akan bisa menangkap peluang ‘jualan’ produk lain dengan menanyakan anak kamu umur berapa? sudah sekolah atau belum? sudah punya tabungan anak atau belum? ATAU menangkap peluang untuk jualan produk tabungan haji, tabungan rencana, dll.
    • Akibatnya, hasil survey kepuasan nasabah memperlihatkan customer holding ratio Bank Syariah XYZ tersebut hanya berada di kisaran 1.1. Artinya satu nasabah, hanya memiliki satu rekening saja. Dan ternyata, ada ~10% nasabah bank tersebut yang memiliki dana besar di bank lain tapi aktif bertransaksi di Bank XYZ. Sayang yah, padahal kan itu peluang besar bagi mereka.