Crowd Wisdom Principle: Sebuah Penjelasan Sederhana tentang Kepintaran/Kebodohan Kolektif
Sejarah
Penemuan Crowd Wisdom di Pameran Ternak
Pada tahun 1906, seorang ilmuwan Inggris bernama Francis Galton menemukan fenomena yang kemudian dikenal sebagai Crowd Wisdom atau Kebijaksanaan Kerumunan. Penemuan ini terjadi secara tidak sengaja ketika Galton mengunjungi sebuah pameran ternak di West of England Fat Stock and Poultry Exhibition di Plymouth. Di sana, diadakan sebuah kompetisi di mana para pengunjung mencoba menebak berat seekor sapi yang telah disembelih dan dibersihkan (berat karkas).
Galton, yang awalnya skeptis terhadap kemampuan orang awam dalam membuat tebakan yang akurat, mengumpulkan 787 tiket tebakan dari para pengunjung. Setelah menganalisis data tersebut, ia mengurutkan semua tebakan dan menemukan bahwa nilai tengah (median) dari tebakan-tebakan tersebut, yaitu 1207 pounds, sangat mendekati berat sebenarnya lembu tersebut, yaitu 1198 pounds.
Lebih lanjut, Galton menghitung rata-rata dari semua tebakan dan hasilnya lebih mengejutkan lagi. Rata-rata tebakan kerumunan adalah 1197 pounds, hanya selisih satu pounds atau sekitar setengah kilogram dari berat sebenarnya. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian kolektif dari banyak orang, meskipun masing-masing individu mungkin tidak ahli, bisa jadi luar biasa akurat, bahkan lebih akurat daripada kebanyakan tebakan individu. Eksperimen sederhana di pameran ternak inilah yang menjadi dasar dari konsep Crowd Wisdom.
Tiga Prinsip Crowd Wisdom
1. Prinsip Pertama: Penilaian Kolektif Umumnya Lebih Cerdas Daripada Kebanyakan Penilaian Individu
- Penjelasan Sederhana: Bayangkan ada sebuah kuis tebak jumlah kelereng dalam toples. Jika banyak orang menebak, dan kita ambil rata-rata dari semua tebakan itu, hasilnya seringkali akan jauh lebih mendekati jumlah kelereng yang sebenarnya dibandingkan tebakan satu orang saja, bahkan tebakan orang yang paling pintar sekalipun.
- Mengapa Bisa Begitu? Setiap orang mungkin memiliki sedikit
informasi yang benar dan juga sedikit kesalahan dalam tebakannya.
Ketika banyak tebakan digabungkan:
- Informasi yang beragam saling melengkapi: Orang yang berbeda mungkin memperhatikan aspek yang berbeda, dan gabungan dari pengamatan ini menciptakan gambaran yang lebih lengkap.
- Kesalahan individu cenderung saling meniadakan: Beberapa orang mungkin menebak terlalu tinggi, sementara yang lain menebak terlalu rendah. Ketika dirata-ratakan, kesalahan-kesalahan ekstrem ini bisa saling mengimbangi.
2. Prinsip Kedua: Ukuran Kerumunan Penting, Kerumunan yang Lebih Besar Lebih Cerdas
- Penjelasan Sederhana: Semakin banyak orang yang berpartisipasi dalam memberikan tebakan atau pendapat, kemungkinan besar rata-rata dari semua tebakan itu akan semakin akurat. Jadi, kerumunan dengan 500 orang biasanya akan memberikan perkiraan yang lebih baik daripada kerumunan dengan hanya 50 orang.
- Mengapa Bisa Begitu? Dengan lebih banyak orang, ada lebih banyak perspektif dan potongan informasi yang masuk. Selain itu, secara statistik, sampel yang lebih besar cenderung memberikan rata-rata yang lebih stabil dan mewakili populasi atau kenyataan yang sebenarnya. Semakin banyak data (tebakan), semakin besar kemungkinan kesalahan acak untuk saling meniadakan.
3. Prinsip Ketiga: Kurva Crowd Wisdom Menunjukkan Tak Ada Peningkatan Signifikan (Saturated) Saat Anda Meningkatkan Ukuran Kerumunan yang Lebih Besar Lagi
- Penjelasan Sederhana: Meskipun kerumunan yang lebih besar itu lebih baik, penambahan setiap orang baru tidak selalu memberikan peningkatan akurasi yang sama besarnya. Misalnya, menambah jumlah penebak dari 10 menjadi 100 orang mungkin akan meningkatkan akurasi secara drastis. Tapi, menambah dari 1000 menjadi 1100 orang mungkin hanya akan memberikan sedikit sekali peningkatan akurasi.
- Mengapa Bisa Begitu? Pada awalnya, setiap individu baru kemungkinan besar membawa informasi atau perspektif unik yang signifikan. Namun, setelah banyak orang berpartisipasi, informasi baru yang dibawa oleh orang tambahan berikutnya cenderung sudah terwakili oleh anggota kerumunan yang ada. Jadi, manfaat tambahan dari setiap orang baru menjadi semakin kecil. Ada titik di mana upaya untuk mengumpulkan lebih banyak pendapat mungkin tidak sebanding dengan peningkatan akurasi yang didapat (saturated).
Secara ringkas, crowd wisdom bekerja paling baik ketika ada banyak orang memberikan penilaian secara independen, dan meskipun lebih banyak lebih baik, ada batas di mana manfaat penambahan orang baru mulai berkurang.
Matematika di Balik Crowd Wisdom
Crowd Wisdom bekerja karena hukum rata-rata pada law of large numbers dan pembatalan kesalahan (error cancellation). Berikut penjelasannya:
Misalkan setiap individu dalam kelompok membuat tebakan
() tentang suatu
nilai sebenarnya
(
).
Kita bisa tuliskan tebakan ini dalam formula berikut:
Di mana
merupakan komponen eror acak yang bersifat independen dan
terdistribusi normal dengan mean nol.
Jika kita mengambil rata-rata tebakan dari
orang, maka formulasi
matematisnya:
Oleh karena
acak dan independen, maka hasil akhirnya akan saling meniadakan (error
cancellation). Akibatnya semakin besar
, semakin dekat
ke
(sesuai hukum bilangan besar).
Sesuai dengan prinsip matematika di atas, maka agar crowd wisdom bekerja dengan baik dan akurat, kelompok harus memenuhi:
- Keanekaragaman pendapat (setiap orang punya perspektif unik).
- Independensi (tebakan tidak dipengaruhi orang lain).
- Desentralisasi (tidak ada otoritas tunggal yang mendominasi).
- Agregasi yang tepat (ada mekanisme untuk menggabungkan pendapat, seperti rata-rata, median, modus, atau lainnya).
Kebodohan Kolektif
Pada uraian di atas, kita telah mendapatkan contoh bagaimana kerumunan bisa memiliki penilaian yang lebih pintar dibandingkan penilaian individu.
Namun, celakanya kerumunan bisa juga menghasilkan kebodohan kolektif. Kebodohan kolektif terjadi ketika kerumunan membuat keputusan yang lebih buruk daripada individu, biasanya karena gagalnya syarat crowd wisdom.
Berikut adalah beberapa penyebabnya:
- Herd Behavior (Perilaku Kawanan)
- Jika orang mulai meniru satu sama lain (bukan independen), kesalahan tidak lagi saling meniadakan.
- Contoh: Gelembung pasar saham ketika semua orang ikut-ikutan membeli aset overvalued.
- Informasi Terpusat (Groupthink)
- Ketika kelompok terlalu homogen atau dipengaruhi pemimpin dominan, keragaman hilang.
- Contoh: Keputusan politik yang buruk karena tekanan kesepakatan (seperti kasus Bay of Pigs).
- Media Sosial dan Echo Chambers
- Platform seperti Twitter/X atau Facebook memperkuat suara mayoritas dan menyaring informasi yang tidak sesuai, menghancurkan independensi.
Kita bisa tuliskan juga fenomena kebodohan kolektif ini dengan formula matematika sebagai berikut:
Jika bias tersebut terakumulasi sebanyak
orang, maka
akan sangat jauh dari
gara-gara akumulasi bias
(
).
Agar Tidak Jatuh ke Dalam Kebodohan Kolektif
Penting untuk secara aktif mempromosikan independensi, mendorong keberagaman pemikiran, dan menerapkan mekanisme agregasi yang efektif untuk memaksimalkan peluang kebijaksanaan kolektif dan meminimalkan risiko kebodohan kolektif.
Kelompok bisa lebih bijak daripada individu, tetapi hanya jika strukturnya tepat. Jika tidak, justru lebih bodoh.
Appendix
Mengenal Francis Galton (1822 – 1911)
Sir Francis Galton adalah seorang polymath Inggris yang memiliki kontribusi signifikan di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Lahir pada 16 Februari 1822 di Birmingham, Inggris, Galton dikenal sebagai seorang antropolog, ahli eugenika, penjelajah, ahli geografi, penemu, ahli meteorologi, ahli proto-genetika, psikometri, dan statistikawan. Ia adalah sepupu dari naturalis terkenal, Charles Darwin.
Galton memiliki produktivitas intelektual yang tinggi, menghasilkan lebih dari 340 makalah dan buku sepanjang hidupnya. Dalam bidang statistik, ia mengembangkan konsep korelasi dan regresi, serta merupakan orang pertama yang menerapkan metode statistik untuk mempelajari perbedaan manusia dan pewarisan kecerdasan. Ia juga memperkenalkan penggunaan kuesioner dan survei untuk mengumpulkan data tentang komunitas manusia.
Sebagai seorang penjelajah, Galton melakukan perjalanan ke berbagai wilayah, termasuk Afrika dan Timur Tengah. Pengalaman ini turut memengaruhi pandangannya mengenai keragaman manusia. Di bidang meteorologi, ia merancang peta cuaca pertama dan mengusulkan teori antisiklon. Galton juga menciptakan “Peluit Galton” yang digunakan untuk menguji kemampuan pendengaran diferensial.
Meskipun banyak kontribusinya yang diakui, beberapa gagasan Galton, terutama terkait eugenika (studi tentang bagaimana meningkatkan kualitas genetik populasi manusia), kini dianggap kontroversial karena berpotensi menimbulkan diskriminasi. Ia dianugerahi gelar kebangsawanan pada tahun 1909 atas kontribusinya pada ilmu pengetahuan dan meninggal pada 17 Januari 1911.
Warisan Galton dalam dunia ilmiah sangatlah luas, dan penemuannya mengenai Crowd Wisdom tetap menjadi konsep yang relevan dan dipelajari hingga saat ini dalam berbagai disiplin ilmu, mulai dari ekonomi, ilmu politik, hingga ilmu komputer.
Kasus Bay of Pigs (Kasus Invasi Teluk Babi)
Invasi Teluk Babi (Bay of Pigs Invasion) adalah operasi militer rahasia yang didukung oleh Amerika Serikat pada April 1961. Tujuannya adalah untuk menggulingkan pemerintahan komunis Fidel Castro di Kuba. Operasi ini melibatkan sekitar 1.400 paramiliter Kuba anti-Castro yang dilatih oleh CIA. Mereka mendarat di Teluk Babi (Bahía de Cochinos) di pantai selatan Kuba.
Namun, operasi ini berakhir dengan kegagalan total dalam waktu kurang dari tiga hari. Pasukan invasi dengan cepat dihadapi oleh militer Kuba yang jauh lebih besar dan lebih siap. Dukungan udara yang dijanjikan oleh AS tidak terwujud sepenuhnya, dan pemberontakan rakyat yang diharapkan tidak terjadi. Ratusan anggota brigade tewas, dan lebih dari seribu lainnya ditangkap. Kegagalan ini menjadi pukulan telak bagi pemerintahan Presiden John F. Kennedy dan mencoreng reputasi AS di mata dunia internasional.
Kegagalan telak Invasi Teluk Babi sering kali dijadikan studi kasus klasik untuk menjelaskan fenomena psikologis yang disebut groupthink (pemikiran kelompok). Konsep ini dipopulerkan oleh psikolog sosial Irving Janis, yang mempelajari proses pengambilan keputusan yang mengarah pada bencana.
Groupthink adalah sebuah fenomena di mana sekelompok orang membuat keputusan yang irasional atau disfungsional karena adanya tekanan kelompok dan keinginan untuk mencapai kesepakatan (konsensus) daripada mengevaluasi pilihan secara kritis. Dalam kondisi groupthink, anggota kelompok cenderung menekan keraguan individu, mengabaikan informasi yang bertentangan dengan pandangan mayoritas, dan menciptakan ilusi kebulatan suara.
Dalam konteks Invasi Teluk Babi, beberapa ciri groupthink terlihat jelas dalam proses pengambilan keputusan di kalangan penasihat Presiden Kennedy dan para perencana CIA:
- Ilusi Ketidakrentanan (Illusion of Invulnerability): Ada keyakinan yang berlebihan di antara para perencana bahwa operasi ini pasti akan berhasil dan bahwa Kuba tidak akan mampu memberikan perlawanan efektif. Mereka meremehkan kekuatan militer Castro dan dukungan rakyat terhadapnya.
- Rasionalisasi Kolektif (Collective Rationalization): Anggota kelompok cenderung merasionalisasi keputusan mereka dan mengabaikan tanda-tanda peringatan atau keraguan yang muncul. Misalnya, mereka mengabaikan laporan intelijen yang menunjukkan bahwa invasi diketahui oleh pihak Kuba dan bahwa dukungan lokal terhadap Castro kuat.
- Keyakinan pada Moralitas yang Melekat (Belief in Inherent Morality): Ada keyakinan bahwa tujuan mereka menggulingkan Castro adalah benar secara moral, yang membuat mereka kurang mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan mereka.
- Stereotip terhadap Kelompok Luar (Stereotyping Outsiders): Pihak Kuba dan pendukung Castro distereotipkan sebagai lemah, tidak terorganisir, dan tidak akan melawan secara efektif. Hal ini menghalangi penilaian yang realistis terhadap kemampuan musuh.
- Sensor Diri (Self-Censorship): Anggota kelompok yang memiliki keraguan atau pandangan berbeda cenderung menahan diri untuk menyampaikannya agar tidak mengganggu keharmonisan kelompok atau dianggap tidak loyal.
- Ilusi Kebulatan Suara (Illusion of Unanimity): Anggota kelompok salah mengira bahwa semua orang dalam kelompok memiliki pandangan yang sama karena kurangnya perbedaan pendapat yang diungkapkan secara terbuka.
- Tekanan terhadap Perbedaan Pendapat (Pressure on Dissent): Anggota yang menyuarakan keraguan atau kritik mungkin diberi tekanan untuk menyesuaikan diri dengan pandangan mayoritas.
- Penjaga Pikiran (Mindguards): Beberapa anggota mungkin bertindak sebagai “penjaga pikiran” yang melindungi kelompok dan pemimpin dari informasi yang bertentangan atau pandangan yang dapat mengganggu konsensus kelompok.
Dalam kasus Invasi Teluk Babi, kombinasi faktor-faktor ini menyebabkan sekelompok individu yang cerdas dan berpengalaman membuat keputusan yang sangat buruk dan tidak mempertimbangkan risiko serta alternatif lain dengan matang. Keinginan untuk mencapai kesepakatan dalam kelompok kecil penasihat Kennedy, ditambah dengan kerahasiaan operasi dan kurangnya masukan dari para ahli di luar lingkaran dalam, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi groupthink.
if you find this article helpful, support this blog by clicking the ads.