6 minute read

Tahun lalu, saya sempat membeli sebuah laptop lokal murah untuk dijadikan alternatif daily driver untuk bekerja. Setahun berselang, laptop tersebut sudah saya coba oprek maksimal dengan mengganti OS-nya ke POP OS. Sekarang, laptop tersebut sudah berpindah tangan ke saudara yang sedang mengerjakan skripsinya.

Berhubung sedang ada project besar di kantor dan kemungkinan adanya side projects besar lain di kampus menanti dalam beberapa minggu ke depan, saya butuh satu compute engine yang portable dan reliable.

Biasanya saya cukup mengandalkan laptop kantor dan tablet Huawei tapi kali ini saya butuh compute engine yang berada di tengah-tengah keduanya.

Lebih tinggi daripada tablet Huawei tapi tidak se-dewa spek laptop kantor.

Oke, sebagai gambaran berikut jobdesc si laptop kantor dan tablet Huawei:

Laptop Kantor

Saya dipinjami laptop kantor yang mumpuni, yakni Dell Latitude dengan prosesor 8 cores dan 16 GB RAM. Saya menggunakan Ubuntu 20.04 LTS untuk melakukan high performance computing untuk project kantor. Selain itu saya bekali juga dengan Selenium Driver dan R Studio Server.

Untuk keperluan deep learning, saya masih lebih suka menggunakan Tensorflow langsung dari Google Colab.

Salah satu kelemahan yang saya rasakan adalah pada dimensi dan berat laptopnya. Selain itu durasi baterainya juga menjadi hambatan yang penting.

Tablet Huawei

Sementara tablet saya peruntukkan untuk menulis notes, meeting online, mengerjakan tugas kuliah dengan R versi command line interface.

Salah satu kelemahan yang yang saya rasakan adalah kemampuannya dalam melakukan data carpentry yang rumit dan pembuatan model machine learning atau deep learning yang terlalu bergantung pada cloud.

Gadget Ketiga

Gadget berikutnya harus bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dari kedua gadgets sebelumnya. Harus memiliki kemampuan komputasi yang mumpuni, mobile dan ringkas, serta harus memiliki daya tahan baterai yang sangat baik.

Pilihan saya jatuh pada Samsung Chromebook 4. Saya sudah pernah menggunakan Chromium OS, oleh karena itu saya rasa penggunaannya akan sama. Namun setelah seminggu saya mencobanya, saya rasakan perbedaan yang sangat besar antara Chromium OS dan Chrome OS. Apa saja perbedaanya? Tentunya adalah full support dari layanan Google dan Android. Konektivitas ke smartphone Android sangat smooth sekali.

Selain itu versi Linux Debian Buster yang ada lebih reliable daripada versi di Chromium OS.

Menggunakan metode yang sama pada tulisan saya sebelumnya, saya berhasil meng-install R versi 4.2.0 dan R Studio versi 2022.02.01.

Pada sisi hardware, terlihat sekali build quality dari Samsung. Konon chromebook ini sudah military grade. Harganya juga relatif murah, “hanya” 2.4 juta saja plus ongkir Gojek Instant.

Lantas bagaimana cara ketiga gadgets ini terhubung? Saya menggunakan github sebagai basisnya dan aplikasi AnyDesk untuk bisa saling remote dan sharing files.


Performa Chromebook 4

Lantas bagaimana performanya? Karena berbasis Linux, sudah jelas dengan spek hardware yang terkesan biasa saja tapi performanya menjadi luar biasa. Untuk mengerjakan project data science, laptop ini sudah lebih dari cukup. Hanya saja dengan prosesor 2 cores kita tidak bisa menggunakan parallel processing yang terlalu tinggi.

Sama seperti yang pernah saya katakan sebelumnya: data science itu tidak harus menggunakan laptop mahal.