Antologi Kisah Umroh Mandiri
Alhamdulillah beberapa hari yang lalu saya dan istri beserta beberapa rekan kantor saya melakukan umrah secara mandiri. Saya hendak menuliskan perjalanan kami sebagai bentuk dokumentasi dan edukasi bahwa ada cara lain melakukan umrah selain melalui travel.
Saya dan istri sendiri sudah pernah melaksanakan umrah saat pandemi 2022 lalu menggunakan travel umrah. Oleh karena itu, saat ada kesempatan melakukan umrah secara mandiri kami cukup pede untuk melakukannya.
Saya mulai ceritanya ya!
- Prolog
- Part 1: The Planning
- Part 2: The Final Planning
- Part 3: The Actual
- Part 4: Bus 400 Lira dari Bandara Madinah ke Masjid Nabawi
- Part 5: Pintu 19 Masjid Nabawi
- Part 6: Mencoba Highspeed Haramain Railway yang Tidak Secepat Whoosh
- Part 7: Umrah Mandiri (benar-benar sendiri)
- Part 8: Makanan Di Madinah dan Mekkah
- Part 11: Berdoa di Raudhah Menggunakan Nusuk
- Part 10: Balada Koper dan Zamzam Gara-Gara Connecting Flight
- Part 11: Turkish Delight Under 24 Hrs
- Epilog
- FAQ
Prolog
Setiap menjelang akhir tahun, Nutrifood selalu mengadakan Collaborative Corporate Meeting di luar kota (selain Jabodetabek dan Bandung). Namun pada 2024 ini, Nutrifood melakukan hal yang berbeda. Meeting dilakukan di Jakarta tapi setiap orang di-encourage untuk melakukan trip berkelompok ke luar negeri. Pengumuman tentang hal ini sudah diinfokan sejak awal tahun agar kita bisa menyiapkan berbagai macam hal seperti visa, tiket, akomodasi, dan lainnya.
Departemen market riset tempat saya bernaung berencana untuk menjelajahi Hongkong. Beberapa tim marketing dan plant berencana ke Jepang, sebagian tim sales ke Taiwan, sebagian lainnya ke Australia, sebagian lainnya ke Vietnam, bahkan sampai ada yang ke India, Afrika, Uzbekistan dan Tajikistan.
Saya sendiri tidak tergerak untuk ikut menjelajahi Hongkong.
Kenapa gak umroh saja ya?
Begitu pikir saya.
Setelah itu, saya coba tanyakan ke semua rekan kerja yang saya kenal baik di head office dan plant, intinya semua orang yang potensial untuk bisa diajak umroh barengan. Alhamdulillah terkumpul setidaknya 20 orang Nutrifooders yang punya cita-cita sama.
Nah, kami memutuskan untuk melakukan umroh mandiri alias tanpa travel. Salah seorang dari kami sudah pernah melakukan sebelumnya dengan menggunakan visa stop-over atau visa transit. Kami hendak melakukan hal serupa dengan cara membeli tiket pesawat dari maskapai Saudia.
Berbeda dengan visa lainnya, visa stop-over hanya memperbolehkan pelancong untuk masuk Arab Saudi maksimum jam dan tidak boleh dilanggar!
Perlu saya informasikan bahwa Arab Saudi memperbolehkan pelancong menggunakan semua jenis visa untuk melakukan umrah.
Bismillah, kami rencanakan untuk hal itu.
Part 1: The Planning
Rencana awal yang hendak kami jalankan adalah kami pergi bersama dalam satu penerbangan menggunakan visa masuk Arab Saudi jenis visa stop-over dari Saudia.
Caranya sederhana, yakni:
- Buka situs maskapai Saudia, pilih penerbangan ke Istanbul dari Jakarta pada tanggal tertentu. Kita bisa buat round trip. Intinya kita harus berangkat dari Jakarta ke kota lain yang menjadikan Jeddah / Madinah sebagai kota transit.
- Jika tanggal keberangkatan kita under 90 days dari tanggal pembelian tiket, maka akan langsung muncul pilihan pembuatan visa stop-over. Kita bisa langsung buat. Dalam hitungan tak lebih dari tiga jam, visa sudah kita terima dengan biaya yang “murah”.
- Jika tanggal keberangkatan kita over 90 days dari tanggal pembelian tiket, maka menu visa stop-over baru akan muncul saat tanggalan under 90 days.
Setelah itu, kami cukup cari dan book akomodasi sesuai dengan budget yang disetujui bersama.
Part 2: The Final Planning
Pada bulan Maret, ternyata istri saya berencana untuk ikut. Tak disangka beberapa Nutrifooders juga berencana untuk mengajak pasangan dan keluarganya masing-masing. Oleh karena tak mungkin kami menyatukan semua perbedaan permintaan, maka diputuskan untuk membagi grup-grup kecil keberangkatan.
Kami tak harus berangkat dengan pesawat yang sama tapi diharapkan bisa bertemu di Mekah atau Madinah. Oleh karena itu sebagian berangkat direct ke Jeddah dari Jakarta, sebagian berangkan dari Kuala Lumpur, sedangkan saya dan istri berangkan direct ke Madinah dari Jakarta.
Kenapa saya memilih berangkat ke Madinah? Begini alasannya:
Istri saya memiliki kondisi kesehatan tertentu sehingga akhirnya kami memilih penerbangan yang minimum waktu tunggunya. Ingat sekali lagi bahwa kami harus terbang ke Istanbul sebagai destinasi akhir. Salah satu opsi dengan waktu tunggu terkecil adalah via Madinah.
Akhirnya di pertengahan Maret saya beli tiket pesawat CGK - IST (pp) melalui Madinah. Ingat ya! Madinah menjadi kota transit sehingga nanti saya harus pergi ke Istanbul kelak via Madinah.
Pada bulan-bulan berikutnya, kami membuat itinerary perjalanan dan mencicil book akomodasi hotel di Madinah, Mekah, dan Istanbul. Bagaimana itinerary-nya?
The Itinerary
- Kami berangkat pada 18 Oktober pagi direct dari CGK ke Madinah. Di Madinah, kami akan menginap di Hotel Taiba Suites. Perhatikan baik-baik ya, setidaknya ada tiga hotel bernama Taiba di sekitar Masjid Nabawi, yakni: Taiba Front, Taiba Suites, dan Taiba Madinah. Kami memilih Taiba Suites karena lokasinya persis di depan pintu gerbang 330-331 Masjid Nabawi. Langsung menusuk ke gate akhwat dan juga gate ikhwan favorit pelancong Indonesia, yakni Gate 19 Masjid Nabawi.
- Pada 19 Oktober siang, kami berencana pindah ke Mekkah untuk melakukan umroh. Untuk pergi ke sana kami menggunakan Haramain Highspeed Railway (HHR). Cara book tiket HHR cukup mudah, bisa via website atau via web. Di Mekkah, kami menginap di Movenpick Hajar Tower. Di Mekah hanya ada satu hotel Movenpick, jadi tidak perlu bingung. Alasan kami memilih hotel ini adalah karena lokasinya yang tepat di depan Masjidil Haram.
- Pada tanggal 21 Oktober siang, kami berencana kembali lagi ke Madinah dan menginap di hotel Mysk Touch Al Balad. Alasan kenapa memilih hotel ini adalah: kami belum pernah mengeksplorasi area depan Masjid Nabawi; lokasi hotelnya tepat menusuk ke area Raudhoh dan Makam Rasulullah (sangat dekat).
- Pada tanggal 22 Oktober pagi, kami terbang ke Istanbul dan menginap di Kalyon Hotel di kawasan Sultan Ahmet. Alasannya adalah hotel ini rekomendasi rekannya rekan saya yang menjadi warga lokal sana.
- Pada tanggal 23 Oktober, kami terbang ke Jeddah untuk langsung terbang pulang ke Jakarta. Tanggal 24 pagi, kami tiba di Jakarta.
Setidaknya begitulah planning final saya dan istri.
Part 3: The Actual
Pada awal Agustus, saya coba cek kembali ke situs Saudia apakah menu visa stop-over saya dan istri sudah keluar atau belum. Tapi setelah saya tunggu hampir seminggu, pilihan visa tersebut tidak keluar juga. Rekan-rekan Nutrifooders lainnya yang membeli dari awal tahun untuk tujuan Istanbul via Jeddah sudah ada menu pembuatan visa-nya dan bahkan sudah sampai keluar visa-nya.
Dugaan saya, kenapa menu visa saya tidak keluar adalah karena saya memilih Madinah, bukan Jeddah. Saya coba telepon representative office Maskapai Saudia di Indonesia dan mengkonfirmasi hal ini.
Ternyata benar, untuk pembelian over 90 days via Madinah, menu visa stop over tidak akan muncul!
Akibatnya, kami harus mencari jenis visa lainnya agar bisa masuk Arab Saudi dan melakukan umrah! Maka pada akhir Agustus kami coba cari travel agent yang bisa membuatkan visa umrah. Alhamdulillah salah seorang Nutrifooders yang hendak umroh memiliki teman yang tinggal di Mesir dan punya travel umroh. Dia bersedia menjadi koordinator bagi Nutrifooders lainnya yang hendak membuat via umrah.
Akhirnya ada kelompok umroh Nutrifooders berdasarkan jenis visa:
- Nutrifooders bervisa transit.
- Nutrifooders bervisa umrah.
Pada akhir September visa umrah sudah berada di tangan kami. Syaratnya cukup mudah, yakni hanya butuh paspor serta tiket pesawat masuk dan keluar Arab Saudi. Biayanya tentu lebih mahal daripada visa stop-over.
Pada awal Oktober, kami sudah membeli tiket HHR Madinah - Mekkah (pp). Hal yang menarik adalah dua hari setelah kami membeli tiket tersebut, HHR memberikan diskon 50% tiket. Ternyata ada pola bahwa semakin mepet justru ada diskon yang diberikan oleh HHR. Hehe.
Alhamdulillah seminggu sebelum berangkat, semua akomodasi dan tiket sudah selesai diurus. Pastikan kita print semua dokumen-dokumen yang ada ya seperti:
- Visa,
- Tiket pesawat,
- Tiket HHR; ini yang paling penting karena untuk masuk gate departure, kita harus scan barcode yang ada di tiket fisik (kertas). Ada papan pengumuman bahwa scanner tidak akan bisa melihat barcode dalam layar ponsel.
- Bukti booking hotel.
Cara dan Tips Booking Hotel
Untuk melakukan booking hotel, saya menggunakan dua aplikasi, yakni:
- Booking.com; Kami menggunakan booking.com untuk book dua hotel di Madinah, yakni: Taiba Suites dan Mysk Touch Al Balad. Cara book-nya sangat mudah, cukup tentukan tanggal dan filter sendiri saja hotel yang hendak digunakan. Khusus Taiba Suites, kami harus membayar semua di awal book. Sementara Mysk Touch Al Balad mengharuskan kami untuk membayar langsung di hotel.
- Agoda; Kami menggunakan Agoda untuk book Movenpick Mekkah. Untuk urusan pembayaran harus dilakukan di awal booking.
Kelebihan booking.com adalah adanya fitur chat dengan hotel sehingga memudahkan kami untuk melakukan konfirmasi kepada pihak hotel. Sedangkan Agoda tidak punya fitur tersebut sehingga saya harus mengirimkan email langsung ke pihak Movenpick untuk mendapatkan konfirmasi booking.
Konfirmasi ini sangat diperlukan untuk memberikan kita kepastian bahwa kamar sudah tersedia untuk kita pada hari H nanti walau masih ada peluang hotel bisa cancel secara mendadak. Oleh karena itu seminggu sebelum berangkat, saya konfirmasi ulang.
Taiba Suites dan Mysk Touch Al Balad bahkan mengirimkan pesan whatsapp H-1 sebelum tanggal check-in. Sedangkan Kalyon Hotel Istanbul mengirimkan chat via booking.com sebagai reminder.
Kami melakukan booking hotel secara mencicil, maksudnya adalah pada bulan Maret setelah membeli tiket pesawat, kami book satu hotel di Madinah. Pada bulan berikutnya, kami book satu hotel lagi di Madinah. Begitu seterusnya hingga semua hotel di-booking.
Kami insyaAllah akan kembali ke hotel-hotel ini jika diberikan rezeki oleh Allah bisa berkunjung ke dua tanah haram di masa mendatang (termasuk hotel di Istanbul).
Part 4: Bus 400 Lira dari Bandara Madinah ke Masjid Nabawi
Setibanya di Bandara Madinah, kami memasuki bagian imigrasi dengan lancar dan pengambilan koper pun aman dan mudah. Untuk membedakan koper kami yang umrah secara mandiri dengan koper-koper travel lain, pertama saya buatkan tulisan khusus sehingga orang yang membacanya tahu bahwa koper-koper ini bukan koper travel dan tidak lupa saya wrap kedua koper tersebut.
Dari bandara, kami memang tidak berniat untuk naik taksi ke Masjid Nabawi. Kami ingin mencoba naik Bus Nomor 400.
Kenapa harus naik bus ke Masjid Nabawi? Karena hotel kami menginap pada tanggal 18 Oktober (Taiba Suites) berletak persis di depan pintu masuk. Kalaupun naik taksi, kami tetap harus geret-geret koper ke sana. Selain itu, pada pertengahan tahun, saya mendapati video Youtubers Madinah yang memberikan saran terkait Bus 400.
Kami naik bus dari gate 5 Bandara Madinah. Tidak susah mencarinya karena Bandara Madinah sangat mungil. Cari saja pintu keluar paling kanan. Bus tersebut muncul setiap 30 menit sekali. Pembayarannya dengan menggunakan Visa / Mastercard tap pay. Supir sekaligus kenek akan menolak semua pembayaran tunai. Pada umrah kali ini saya mengandalkan kartu debit dari Bank Jago Syariah dan Jenius (sebagai cadangan).
Kartu debit Bank Jenius sudah secara default bisa langsung digunakan sedangkan untuk kartu Bank Jago Syariah harus diaktifkan terlebih dahulu fitur international payment pada aplikasinya.
Setelah membayar bus untuk dua orang (sekitar 20 SAR) kami tinggal duduk manis di bangku yang telah disediakan. Oh iya, salah satu kekurangan naik bus adalah tidak adanya tempat khusus untuk koper sehingga kita harus memegang koper agar tidak “lari ke sana-sini” saat bus bergerak.
Ada cerita unik yang terjadi di bus ini. Sesaat sebelum bus berangkat, ada dua orang suami-istri asal Turki yang hendak naik bus juga tapi tidak bisa melakukan pembayaran menggunakan kartu visanya. Lalu si supir bus mengantarkan si suami ke tempat duduk saya dan mengatakan kepada saya apakah bisa membayarkan uang bus untuk dua orang nanti si suami itu akan memberikan uang SAR secara cash kepada saya. Saya iyakan dan langsung saya tap.
Si suami-istri Turki tersebut berterima kasih dan langsung naik bus.
Si suami memberikan saya pecahan 100 SAR. Saya mengatakan bahwa kami tidak punya kembalian karena kami hanya mengambil 50 SAR di ATM Bandara Madinah untuk pegangan.
Melihat orang tersebut punya Lira dalam sakunya, saya sampaikan saja bahwa kami hendak ke Turki dalam beberapa hari ke depan.
You can give us Turkish Lira. The amount is up to you. You know better the exchange rates between Lira and SAR.
Begitu kata saya.
Lalu dia memberikan kepada saya dua lembar uang pecahan 200 Turkish Lira. Saya menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
Sepanjang perjalanan saya tidak memikirkan apakah 400 Lira itu sepada dengan 20 SAR yang saya keluarkan untuk pasangan Turki tersebut. Saya justru takut bahwa nilai 400 Turkish Lira itu terlalu banyak untuk kami.
Saya mintakan tolong istri untuk mengecek exchange rates Turkish Lira - SAR - IDR. Ternyata 1 SAR setara sekitar 10 Turkish Lira.
Wah, kebanyakan nih dia kasih kami 400 Turkish Lira. Istri saya meminta saya untuk mengembalikan 200 Turkish Lira kepada sang suami.
Sesaat setelah bus sampai di bus stop Masjid Nabawi, saya jumpai pasangan Turki itu dan menjelaskan kelebihan uang tersebut. Tapi mereka menolak dan memberikan uang tersebut kepada kami sebagai hadiah atas bantuan yang mereka telah terima.
Part 5: Pintu 19 Masjid Nabawi
Bisa saya katakan bahwa salah satu negara dengan pelancong umrah terbanyak di Arab adalah berasal dari Indonesia. Sangat mudah mencari warga Indonesia di Madinah. Cari saja di toko oleh-oleh, toko emas, dan pintu 19 Masjid Nabawi.
Kenapa pintu 19?
Pintu 19 adalah pintu khusus jamaah pria (ikhwan) di Masjid Nabawi. Setiap hari antara shalat maghrib dan isya ada kajian rutin berbahasa Indonesia yang dibawakan oleh Ustadz Ariful Bahri. Beliau adalah lulusan S1 - S3 di Universitas Islam Madinah yang menjadi penceramah rutin di sana. InsyaAllah banyak mutiara hikmah yang bisa dipetik setiap harinya.
Akan ada pemandangan luar biasa setiap waktu tersebut di pintu 19. Kita bisa melihat banyaknya jamaah pria Indonesia yang berkumpul di sana. Setelah itu kita bisa saling berkenalan satu sama lain dengan jamaah asal Indonesia lainnya.
Part 6: Mencoba Highspeed Haramain Railway yang Tidak Secepat Whoosh
Seminggu sebelum umrah, saya berkesempatan menjajal Whoosh dari stasiun Padalarang ke stasiun Halim. Ternyata memang secepat itu dari Padalarang ke Halim. Jika speedometernya benar, Whoosh digeber langsung naik ke top speed-nya di sekitar 300 kmh dan pelan-pelan menurun selepas Cikunir.
Saat hendak berpindah dari Madinah ke Mekkah, kami memesan tiket HHR (pp). Ekspektasi saya adalah pengalaman yang mirip dengan Whoosh bisa terulang di HHR.
Saya berangkat dari Taiba Suites Hotel di Madinah dengan menggunakan taxi online bernama Careem dengan ongkos tak lebih dari 20 SAR. Sesampainya di departure gate kita bisa scan barcode dari tiket yang sudah di-print. Pada saat kita memesan tiket, kita bisa memilih kursi yang searah atau berlawanan arah dengan jalannya kereta.
Satu hal yang perlu saya sampaikan bahwa tempat penyimpanan koper untuk penumpang terbatas di setiap gerbongnya. Saya masih bisa menyimpan koper saya dengan menumpuk koper saya di atas koper orang lain sedangkan koper istri saya ditaruh di kabin atas tempat duduk. Lumayan juga sih mengangkat kopernya, hehe.
HHR dari Madinah ke Makkah hanya punya satu pemberhentian di tengah, yakni Jeddah.
Saat mulai berjalan, HHR tidak langsung dikebut ke 300 kmh tapi tetap stabil di antara 100 - 150 kmh. Salah satu alasannya adalah HHR melewati tempat miqot (tempat berihram bagi jamaah haji dan umrah dari Madinah, yakni masjid di Bir Ali).
Ada fatwa dari ulama di Arab Saudi bahwa penumpang HHR bisa mengambil miqot saat di HHR. Saya sendiri sudah berihram sejak sampai di stasiun HHR sehingga tinggal melafazkan niat umrah saja saat ada pemberitahuan kereta akan sejajar dengan Bir Ali.
Setelah itu kereta mulai mempercepat lajunya. Namun ada satu hal lagi yang baru saya sadari. Perjalanan HHR tidak stabil di kecepatan 300 kmh. Menurut saya sebagian waktu perjalanan dilalui dengan kecepatan 100 - 200 kmh saja.
Masih lebih cepat Whoosh…
Menurut saya.
Part 7: Umrah Mandiri (benar-benar sendiri)
Sesampainya di stasiun HHR Mekah, kami turun ke lantai bawah untuk mencari taksi online Careem. Alhamdulillah kami segera mendapatkannya dan perjalanan dari stasiun ke hotel ditempuh dengan durasi 15 menit dan ongkos kurang dari 20 SAR.
Oleh karena waktu tiba kami hampir berdekatan dengan waktu shalat Ashar, maka beberapa jalan di area Masjidil Haram sudah ditutup sehingga kami harus turun agak sedikit jauh dari area hotel. Movenpick Mekah sendiri terletak di area Zam-Zam Tower lantai 11.
Setelah melalui proses check-in yang lancar, kami sudah menempati kamar dan beristirahat sejenak.
Singkat cerita, pada jam 8 malam, istri saya ternyata berhalangan untuk umrah pada saat itu. Maka saya harus melakukan umrah sendirian.
Bismillah, ini pengalaman saya melakukan umrah sendirian. Benar-benar sendirian.
Saya turun dari hotel dan langsung menuju pintu 79 sebagai pintu masuk area tawaf (Mataf). Semua jamaah umrah bisa dengan mudah masuk ke mataf melalui pintu 79 dan pintu 3 selama menggunakan ihram bagi jamaah pria.
Sebuah pengalaman yang tak terlupakan saat saya menyelesaikan rukun umrah satu-persatu sendirian.
Oh iya, pada umrah ini saya tidak membawa HP karena tertinggal di kamar hotel. Namun ini membuat saya lebih fokus tanpa harus berpoto-poto di tengah rukun umrah.
Part 8: Makanan Di Madinah dan Mekkah
Pada saat saya umrah pada tahun 2022 lalu, restoran Al Baik masih menjadi tempat makanan yang paling hits dan viral. Umrah kali ini saya tidak mencoba Al Baik dan mencoba mengeksplor tempat makan lain di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Apa saja?
Chicken Hat Madinah
Restoran ini ada di gedung Taiba Front di lantai 2 di atas supermarket Bin Dawood.
Review saya terhadap restoran ini:
- Makanannya enak.
- Harganya affordable dan very worth.
- Lokasi enak dan terjangkau.
- Pelayannya ada orang Malaysia yang mengerti Bahasa Indonesia.
Karak Express Madinah
Restoran ini satu gedung dengan hotel saya di Taiba Suites. Letaknya ada persis di depan lobi hotel. Selain itu, kita bsa mendapatkan cabang Karak Express lainnya di dekat pintu masuk museum Prophet Muhammad di depan Raudhah.
Review saya terhadap restoran ini:
- Makanannya enak.
- Harganya affordable dan very worth.
Romansiah Mekkah
Salah satu restoran yang sedang viral di Arab Saudi adalah Romansiah. Di Mekkah, lokasinya ada di gedung Jabal Omar lantai 2. Cukup jalan lurus dari pintu 79 Masjidil Haram dan menyebrang jalan saja.
Review saya terhadap restoran ini:
- Makanannya enak.
- Harganya relatif mahal.
- Tempat makannya cozy dan luas.
Zaitoon Retaurant Madinah
Satu lagi restoran yang kami coba di Madinah adalah Zaitoon Restaurant. Resto ini terletak satu gedung dengan museum Creation of Life di lantai tiga (atau lantai dua kalau tidak salah). Hal yang menarik adalah, kami makan di sini selepas maghrib dan resto ini berisi semua orang lokal. Praktis hanya kami berdua yang merupakan pendatang.
Review saya terhadap restoran ini:
- Makanannya enak.
- Harganya affordable dan very worth.
- Tempat makannya cozy dan luas.
- Lokasi tepat di museum yang ada area open access-nya.
Part 11: Berdoa di Raudhah Menggunakan Nusuk
Sejak beberapa tahun ini, setiap jamaah yang hendak memasuki Raudhah diwajibkan mendaftar terlebih dahulu menggunakan aplikasi Nusuk. Aplikasi ini tersedia di Android, iOS, dan web based. Kita bisa “memesan” tanggal dan waktu kunjungan untuk seminggu ke depan. Pada saat saya di Madinah, Nusuk di Android bisa saya buka dan bisa di-book waktu kunjungan. Namun sehari sebelum kunjungan, aplikasi Nusuk error untuk semua Android sehingga saya harus mengaksesnya via web di browser HP.
Waktu kunjungan untuk pria dimulai sekitar pukul 17 hingga jam 6 pagi sedangkan waktu kunjungan untuk perempuan dimulai pada pukul 7 pagi hingga sore jam 16.
Setelah mendaftar, kita akan mendapatkan barcode dua jam sebelum waktu kunjungan kita. Barcode tersebut yang kemudian akan di-scan oleh petugas di pintu masuk Raudhah.
Setelah kita bisa masuk, kita cukup mengikuti arahan petugas yang ada di dalam. Sebenarnya kita bisa berlama-lama di dalam Raudhah tapi karena kita harus bergantian dengan jamaah lainnya, jadi cukup tau diri saja ya… hehehe.
Salah satu tips dari saya adalah kita bisa melakukan shalat dua rakaat dan berdoa setiap maju satu shaf sehingga bisa lebih lama di Raudhah.
Part 10: Balada Koper dan Zamzam Gara-Gara Connecting Flight
Setelah menyelesaikan umrah dan ibadah lainnya di Mekkah dan Madinah, tiba waktu kami untuk menjelajahi Turki. Dimulai dengan melakukan check in dari Bandara di Madinah. Sebelum melakukan check in, saya sempatkan untuk membeli satu galon air Zamzam. Pembelian dilakukan di outlet pembelian yang terletak di depan pintu Haji di Bandara Madinah. Satu passport hanya diperbolehkan membeli satu galon (sekitar 5 liter) zamzam seharga 12.5 SAR.
Kenapa hanya satu galon saja?
Saya khawatir nanti di Istanbul jadi repot kalau harus membawa dua dus (galon) Zamzam. Sambil berdoa semoga saat transit di Jeddah nanti dimudahkan untuk membeli satu galon lagi.
Saat berada di kounter check in Saudi Airlines, saya diinfokan bahwa penerbangan saya dari Medinah - Istanbul - Jeddah - Soetta merupakan connecting flights. Artinya dua koper saya dan Zamzam baru akan muncul saat di Soetta.
Mendengar informasi itu, kami sudah ikhlas kedua koper dan Zamzam tidak akan kami dapatkan di Istanbul.
Positifnya, kami tidak perlu membawa-bawa koper ke sana-sini di Istanbul. Negatifnya, saya tidak ada baju cadangan di tas kabin (sementara istri sudah membawa baju di tas kabinnya).
Oh iya, sebagai informasi kita perlu melakukan drop Zamzam di konter khusus Zamzam di Bandara Madinah.
Namun ada hal aneh saat kami tiba di Istanbul. Sesaat sebelum meninggalkan gate keluar dan menemui private taxi yang sudah saya booking sehari sebelumnya, kami melewati conveyor belt penerbangan kami dan saya menemukan koper saya sudah ada di sana. Tanpa pikir panjang saya ambil koper tersebut. Kami tunggu hingga kosong, tidak ada koper istri dan Zamzam saya.
Saya coba tanyakan ke petugas lost and found sampai saya cari sendiri di gudang oversized (padahal koper saya adalah koper medium under 62 inches tapi tetap disarankan untuk mencari sendiri di gudang tersebut).
Karena tidak ada, petugas Saudi Airlines di bagian lost and found menyarankan saya untuk membuat laporan kehilangan. Saat saya hendak menandatangani laporan tersebut, si Mbak petugas menginformasikan bahwa koper dan Zamzam saya seharusnya aman dan baru akan muncul di Soetta. Tapi entah kenapa koper saya malah muncul.
Sebagai permintaan maaf mereka karena keriweuhan yang terjadi, saya diberikan satu galon Zamzam gratis. Alhamdulillah rezeki.
Tak lama kemudian, muncul WA dari petugas private taxi, bahwa saya hanya punya waktu 10 menit sebelum booking saya hangus. Mulailah kami berlari-lari mencari gate 14 dan petugas penanggung jawabnya.
Alhamdulillah kami tiba mepet sekali sebelum batas waktu berakhir.
Keesokannya saat kami hendak check in kembali untuk terbang ke Jeddah - Soetta, petugas di konter check in-nya kebingungan kenapa koper saya bisa keluar dari jalurnya. Setelah bernegosiasi, akhirnya koper saya bisa masuk kembali tanpa ada penambahan biaya karena secara sistem koper saya masih masuk ke dalam tag yang ada di Saudi Airlines.
Justru saya mendapatkan kelebihan satu Zamzam - Alhamdulillah.
Oh iya sebagai informasi, Zamzam tidak dihitung sebagai bagasi dan free of charge di Saudi Airlines. Proses drop-nya juga dilakukan langsung dikonter check in.
Sesampainya di Soetta, alhamdulillah semua koper kami muncul secara berbarengan. Sedangkan Zamzam bisa kita ambil di konter khusus Zamzam di ujung terminal 3 Soetta.
Tips Booking Private Taxi Transfer Bandara Istanbul - Hotel (pp)
Awalnya saya hendak mencari taksi langsung di Bandara Istanbul sampai ke hotel tapi setelah saya research, tarifnya mencapai Rp1.000.000 setelah dikonversi. Sedangkan jika menggunakan taksi online via aplikasi BiTaksi, tarifnya sekitar Rp450.000 - Rp500.000 setelah dikonversi. Seorang teman menyarankan saya untuk booking private taxi transfer melalui Klook.
Ternyata harganya mencapai Rp800.000 untuk sekali jalan.
Saya akhirnya coba buka aplikasi booking.com dan mendapatkan penawaran yang sangat baik. Untuk taxi Bandara - Hotel (pp) saya hanya cukup membayarkan 47 Euro.
Biasanya H-1, petugas admin taxi akan menghubungi kita melalui Whatsapp untuk mengkonfirmasi beberapa hal seperti lokasi dan waktu penjemputan. Pelayanan taxi ini sangat amat baik. Mobilnya besar dan lega (seperti limosin) dan tepat waktu. Kita tak perlu mengeluarkan uang lagi (kecuali kita mau memberikan tip kepada driver).
Part 11: Turkish Delight Under 24 Hrs
Perjalanan saya di Istanbul relatif singkat yakni hanya sekitar 21 jam saja. Maka setelah muter-muter bandara akibat koper, saya akhirnya tiba di Kalyon Hotel di kawasan Sultan Ahmet. Kawasan Sultan Ahmet sendiri merupakan kawasan turis letak berdirinya Hagya Sofia, Topkapi Palace, dan Blue Mosque.
Lokasi hotelnya sendiri berada di ring terluar Sultan Ahmet. Positifnya, taxi bisa dengan mudah menjangkau hotel ini (soalnya jika terlalu dalam Sultan Ahmet, tidak diperbolehkan ada mobil melintasi jalan-jalannya). Negatifnya, perlu jalan menanjak sekitar 600 meter sampai ke Hagya Sofia.
Salah satu rezeki lainnya adalah kami mendapatkan free upgrade room ke Junior Suites. Alhamdulillah.
Ini adalah view dari jendela kamar kami yang langsung menghadap laut.
Setelah beristirahat, kami berjalan kaki menuju Hagya Sofia. Jika kami tidak salah membaca, Hagya Sofia dan Topkapi Palace berada di satu komplek. Untuk masuk ke dalam, kita wajib membeli tiket sebesar 50 Euro per orang.
Di area tersebut kita bisa temukan banyak pedagang penjual makanan dan minuman khas Turki. Ada satu kuliner yang kami coba, yaki kentang kukus yang bisa diisi berbagai topping.
Setelah berputar-putar di area tersebut dan Blue Mosque, kami berjalan lagi ke Grand Bazaar. Menurut saya, tempat ini seperti pasar baru karena memang merupakan pasar yang sangat luas di Istanbul. Hati-hati tersesat karena tata letaknya seperti labirin.
Di tengah-tengah perjalanan, kami sempatkan beristirahat menikmati sajian khas Turki yakni baklava dan Turkish delight. Salah satu penjual baklava terkenal adalah Hafiz Mustafa yang lokasinya tersebar di beberapa tempat di Grand Bazaar.
Ada beberapa hal yang menarik saya temukan di Istanbul:
- Bau rokok di mana-mana. Di area taman sekitar Hagya Sofia kita bisa menemukan banyak sekali perokok, baik lelaki atau perempuan, tua dan muda.
- Please have a seat, eat, and pay later. Kalimat ini sering diucapkan kepada kami di semua tempat makan di sini. Jadi kita diwajibkan untuk makan dan menikmati suasana baru bayar.
Epilog
Perjalanan umrah plus Turki kali ini banyak hal pertama kali yang baru kami alami dan penuh hikmah. Besar harapan kami agar ibadah ini diterima di sisi Allah. Semoga bisa memberikan wawasan baru kepada pembaca semuanya.
Rekan saya di Nutrifood, Pak Rizal menuliskan beberapa tulisannya yang isinya lebih berbobot tentunya dari blog saya ini di Kumparan. Saya berikan link tulisannya di sini, sini, dan sini.
FAQ
Apa beda umrah mandiri dengan umrah menggunakan travel?
Bedanya terletak di pengurusan semua hal termasuk schedulling dan pemilihan akomodasi.
Semua-semuanya kita urus sendiri.
Perlu ambil uang tunai di Arab dan Turki?
Kami hanya mengambil 150 SAR di Saudi sebagai pegangan. Selebihnya kami melakukan transaksi menggunakan Visa tap pay saja. Di Turki juga demikian, saya hanya mengandalkan 400 Lira yang saya dapatkan di Madinah. Sebenarnya tanpa uang cash di Istanbul dan hanya mengandalkan Visa tap pay sudah lebih dari cukup karena semua pedagang yang saya temui di Grand Bazaar memiliki mesin EDC.
Bagaimana cara booking hotelnya?
Saya sudah jelaskan di part cerita sebelumnya. Saya menggunakan Agoda dan booking.com. Hal terpenting saat melakukan booking hotel adalah melakukan konfirmasi ke pihak hotel sehingga booking kita lebih aman.
Apakah ada kendala bahasa?
Alhamdulillah selama perjalanan tidak ada kendala bahasa yang berarti. Di Arab Saudi, kita bisa menemukan orang yang fasih berbahasa Inggris di setiap lobi hotel. Namun untuk supir taksi online, hanya ada satu yang fasih berbahasa Inggris. Sementara para pedagang sudah sangat familiar dengan Bahasa Indonesia. Jadi aman-aman saja.
Selama di Turki, seperti biasa, petugas hotel tentunya fasih berbahasa Inggris. Sebagian besar para pedagang di Grand Bazaar juga bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Tapi untuk warga lokal, terutama warga senior, tidak semua bisa berbahasa Inggris.